Matematikawan yang menguasai
banyak bidang ilmu
Gottfried Wilhelm
Leibniz (1646 – 1716)
Masa kecil
Gottfried Wilhelm Leibniz adalah
anak seorang profesor filsafat moral, Friedrich Leibniz, warganegara Jerman.
Ibu Leibniz adalah Catharina Schmuck, anak seorang pengacara.
Ayah Leibniz meninggal, saat
Leibniz masih berusia 6 tahun dan dia dibesarkan oleh ibunya. Nilai moral dan
religius memegang peran penting dalam kehidupan dan falsafah hidupnya,
barangkali merupakan turunan dari ayahnya. Setelah usai sekolah, Leibniz mulai
mempelajari buku-buku peninggalan ayahnya, teristimewa buku-buku tentang
metafisika dan theologi dari penulis-penulis Katholik maupun Protestan.
Leibniz tidak puas dengan sistem (filsafat) Aristoteles dan berusaha
mengembangkan ide-idenya. Tahun 1661, ketika umur 15 tahun (tergolong jenius),
dia masuk universitas Leipzig dengan jalur minat hukum. Dua tahun kuliah di
bidang hukum ternyata tidak menarik hatinya dan waktunya lebih banyak digunakan
untuk membaca buku-buku filsafat, meski akhirnya dia lulus dalam bidang hukum
pada tahun 1663 sebelum pergi ke Jena.
Di Jena, di bawah bimbingan matematikawan sekaligus filsuf terkemuka, Erhard Weigel, dia mulai memahami pentingnya pembuktian matematika terhadap logika dan filsafat. Weigel percaya bahwa bilangan adalah konsep paling dasar dari alam semesta dan ide-ide ini memberi pengaruh sangat mendalam bagi Leibniz.
Bertemu
Huygens
Bukan hanya Erhard Wiegel yang memberi pengaruh agar Leibniz menekuni
matematika. Peran Christiaan Huygen ternyata jauh lebih besar setelah mereka
bertemu pada saat Leibniz berumur 26 tahun di Paris. Pertemuan mereka berdua
dapat dikatakan tidak disengaja. Di sela-sela waktu pada saat kunjungan
diplomatik dan urusan lain, mereka bertemu. Mereka saling berbincang tentang
minat masing-masing. Huygens asalnya adalah seorang fisikawan, namun
karya-karya terbaiknya justru terkait dengan horologi (ilmu tentang pengukuran
waktu), sebagai peneliti tentang gerakan cahaya, sekaligus seorang
matematikawan. Huygens memberi Leibniz sebuah makalah karyanya tentang “kerja”
matematika pada pendulum kepada Leibniz. Melihat “kehebatan” kekuatan
matematika, Leibniz memohon agar Huygens bersedia mengajari matematika. Setelah
melihat besarnya kemauan dan kejeniusan Leibniz, dengan senang hati Huygens
bersedia.
Untuk memberi impresi kepada Huygens, Leibnez memamerkan hasil-hasil penemuannya. Salah satu yang disebutkan adalah mesin penghitung yang dikatakannya jauh lebih hebat dibandingkan buatan [Blaise] Pascal, yang hanya dapat menangani operasi perjumlahan dan pengurangan; sedangkan mesin buatan Leibniz dapat menangani perkalian, pembagian dan menghitung akar bilangan. Di bawah bimbingan Huygens, dengan cepat Leibniz menemukan jati dirinya. Dia lahir sebagai seorang matematikawan. “Pelajaran” dari Huygens sempat tertunda beberapa bulan ketika Leibniz harus bertugas di London sebagai Atase. Ketika di London, Leibniz bertemu dengan para matematikawan Inggris sambil memamerkan hasil-hasil karyanya. Seorang teman, matematikawan Inggris, memperlihatkan hiperbola Mercator kepadanya - salah satu bukti mengapa Newton juga menemukan kalkulus, dimana kemudian hal ini memicu dirinya untuk menemukan kalkulus.
Dalam suatu kesempatan, dalam kunjungan ke London ini, Leibniz menghadiri pertemuan dengan Royal Society, dimana dia menunjukkan cara kerja mesin hitung penemuannya. Penemuan dan hasil karyanya itu membuat Leibniz diangkat sebagai anggota Royal Society berwarganagara asing (bukan orang Inggris) sebelum dia pulang ke Paris pada tahun 1673. Tidak lama kemudian, Leibniz dan Newton pada saat hampir bersamaan diangkat menjadi anggota Akademi Sains Perancis berwarganegaraan asing. Merasa puas dengan prestasi yang diraih Leibniz, Huygens menyuruh anak didiknya ini terus menekuni matematika. Dalam perpisahan dengan Huygens di Paris, guna kembali ke Hanover, Leibniz berjanji akan menggunakan waktu senggangnya untuk menekuni matematika. Tahun 1676, Leibniz mengabdikan dirinya pada Duke Brunswick-Luneburg.
Leibniz versus Newton
Newton memulai ide tentang kalkulus pada tahun 1660-an, tetapi karya-karya
tersebut tidak diterbitkan selama hampir 20 tahun. Tidak ada yang mengetahui
secara jelas, apakah Leibniz pada usia 33 tahun menemukan karya-karya
“terpendam” Newton pada saat melakukan kunjungan ke London, karena pada saat
itu pula dia sedang mengembangkan kalkulus, meski dengan versi sedikit berbeda
dari versi Newton, di mana temuan ini selalu diperdebatkan orang. Keduanya
memang pernah saling berkirim surat pada tahun 1670-an, sehingga sulit
ditentukan siapa mempengaruhi siapa. Teori yang mereka kemukakan memberikan
hasil akhir yang sama, namun notasi dan falsafah dasarnya sangatlah
berbeda. Newton mengirim surat ke Leibniz yang memakan waktu lama untuk sampai
di tangan Leibniz. Surat ini berisikan hasil yang diperoleh Newton tanpa
disertai penjelasan cara dan metode memperolehnya. Leibniz segera membalas
surat tersebut, tetapi Newton tidak menyadari bahwa suratnya baru diterima Leibniz,
dan diperlukan waktu 6 minggu untuk membalasnya. Balasan surat Leibniz ini
menyadarkan Newton bahwa dia harus menerbitkan metode perhitungan secepat
mungkin.
Newton menulis surat kedua pada tahun 1676, tetapi surat itu baru diterima Leibniz pada Juni 1677 karena Leibniz sedang berada di Hanover. Surat kedua ditulis Newton dengan nada lebih “sopan” yang menyebutkan bahwa bukan Leibniz yang mencari metode kalkulus. Jawaban surat Leibniz berisikan prinsip-prinsip dasar dan terperinci tentang diferensial kalkulus versinya, termasuk melakukan diferensial fungsi atas suatu fungsi.
Kalkulus
Newton tidak menyukai perubahan yang sangat kecil (infinitesimal)
menuju ke tidak terhingga karena dianggapnya hanya “remah-remah.” Notasi os –
dari Newton, pada persamaan-persamaan tentang perubahan (fluxion),
karena sekali waktu os beroperasi seperti halnya bilangan nol
dan terkadang seperti bukan bilangan nol.
Perbedaan yang sangat kecil, lebih kecil dari bilangan positif yang dapat
Anda beri nama namun tetap lebih besardari nol. Bagi
matematikawan jaman itu, hal tersebut adalah konsep yang sangat aneh. Newton
malu dengan persamaan-persamaan tersebut sehingga hal ini tetap disembunyikan
rapat-rapat. Ternyata os yang terdapat pada perhitungan itu
hanyalah ‘batu loncatan’ menuju penyelesaian suatu perhitungan.
Sebaliknya, Leibniz memperhatikan perubahan kecil ini, dan tetap terpakai dalam semua perhitungannya; akhirnya derivatif y terhadap x bukanlah merupakan nisbah bebas bilangan maha kecil ini dari perubahan (fluxion) yº/xº, tapi nisbah bilangan maha kecil dy/dx. Kalkulus Leibniz, dengan dy dan dx dapat dimanipulasi seperti layaknya angka biasa. Alasan ini kiranya dapat menjawab pertanyaan mengapa para matematikawan lebih suka menggunakan notasi kalkulus versi Leibniz daripada notasi kalkulus versi Newton. Pada diferensial Leibniz ada “larangan” apabila terjadi 0/0, hal ini harus dihindari, dimana hal ini tidak terdapat pada fluxion Newton.
Newton tetap bersikeras bahwa kalkulus adalah temuannya, namun Leibniz menyatakan bahwa dia mengembangkan kalkulus versinya sendirinya. Keduanya saling tuduh bahwa lainnya adalah seorang plagiat. Komunitas matematika Inggris mendukung Newton dan menarik diri dari komunitas matematikawan benua Eropa yang mendukung Leibniz. Akibatnya, Inggris mengadopsi notasi fluxion Newton bukannya mengadaptasi notasi diferensial Leibniz yang lebih “hebat.” Akibatnya cukup fatal, kelak, pengembangan kalkulus di Inggris menjadi jauh tertinggal dibandingkan negara-negara Eropa lainnya.
Polemik tentang penemu kalkulus terus berlanjut. Sampai akhirnya, akhir tahun 1713, Leibniz mengeluarkan pamplet anonim, Charta Volans, yang menjelaskan posisinya sekaligus mengungkapkan kesalahan Newton dalam memahami derivatif kedua, ketiga atau derivatif yang lebih besar lagi. Kesalahan ini juga diungkapkan oleh Johann Bernoulli.
Tahun 1673, Leibniz menyempurnakan notasi-notasi kalkulus versinya dan pada
tahun 1675, dia menulis manuskrip dengan menggunakan notasi: ∫f(x)dx untuk
pertama kalinya. Tahun 1676, menemukan notasi: d(xⁿ) = nxⁿ‾¹ dx untuk integral
dan pangkat n, dimana sejak tahun ini pula dia menghabiskan sisa hidupnya di
Hanover, kecuali pergi untuk melakukan kunjungan-kunjungan ilmiah.
Menelaah Biner (binary)
Tahun 1679, Leibniz pertama kali mengenalkan sistem bilangan berbasis dua (biner).
Berawal dari korespondensi dengan Pierre Joachim Bouvet, seorang Jesuit dan
misionaris di Cina. Lewat buku yang dikirim Bouvet, Leibniz belajar I Ching
(sudah ada 3000 SM.), heksagram (permutasi garis lurus dan garis patah yang
sebanyak 6 susun) yang terkait dengan sistem bilangan berbasis dua. Yin dan
Yang pada heksagram yang dilambangkan garis putus dan garis lurus digantikan
dengan angka 0 dan angka 1. Hasilnya heksagram dikonversi menjadi
bilangan biner. Sistem bilangan ini – kelak, menjadi fondasi
revolusi komputer.
Ada versi lain yang mengatakan bahwa Leibniz mengemukakan teori penciptaan alam semesta dari kehampaan (void) lebih dari sekedar Tuhan/0 dan kehampaan/0, karena Leibniz berupaya menggunakan pengetahuan itu untuk mengubah orang Cina agar mau memeluk agama Kristen.
Istilah matematika Liebniz dalam biner ini tergolong sangat kontroversial, barangkali pengaruh latar belakang keluarga dan pendidikannya sangat besar. Begitu pula sikapnya terhadap bilangan imajiner (i atau √-1) yang disebutnya dengan roh kudus. Dia sebenarnya memahami bahwa bilangan i akhirnya mengungkapkan hubungan antara nol dan bilangan tidak terhingga.
Mesin penghitung Leibniz
Tahun 1667, Leibniz tinggal di Frankfurt, bekerja pada Boineburg yang menjabat
sebagai sekretaris masyarakat alkimia Nurenburg. Di sini, selama
bertahun-tahun, Leibniz terlibat dengan berbagai proyek yang terkait dengan
sains maupun politik. Leibniz memulai membuat mesin penghitung, dimana pada
tahun 1673 ditemani keponakan Boineburg, dihadapan Royal Society (Inggris),
guna mendemontrasikan mesin penghitung yang belum selesai. Mesin penghitung
versi Leibniz merupakan penyempurnaan dari mesin penghitung ciptaan Pascal.
Blaise Pascal menemukan mesin penjumlah pada tahun 1642 dan pada tahun 1673,
Leibniz menemukan mesin yang dapat melakukan operasi perkalian dan pembagian.
Tahun 1678 – 1679, dia terlibat proyek pengeringan air yang mengenangi pertambangan di gunung Harz dengan menggunakan tenaga angin dan tenaga air untuk mengoperasikan pompa. Proyek ini gagal karena kekuatiran para pekerjanya, bahwa mesin-mesin ini mampu menggantikan pekerjaan mereka. Di sini disiplin ilmu geologi pertama kali muncul, yaitu saat Leibniz merangkum hasil kompilasi atas pengamatannya di gunung Harz. Dia juga mengemukakan hipotesis-hipotesis bahwa bumi terbentuk dari materi yang awalnya berbentuk cairan.
Karir Leibniz
Pengabdian Leibniz kepada keluarga Brunswick hampir sepanjang 40 tahun dari
kehidupannya. Leibniz mengabdikan dirinya ke dalam tiga profesi utama:
pustakawan, ahli sejarah dan orang pintar yang menjadi penasihat. Kiprah
Leibniz sebagai ahli sejarah adalah melakukan riset sejarah. Pekerjaan ini
membuat dia sering berkeliling Jerman, Austria bahkan sampai Italia pada kurun
waktu 1687 – 1690. Saat mengunjungi Vatican, Leibniz ditawari Paus untuk
menjadi pustakawan Vatican. Tawaran ini ditolak karena mengharuskan Leibniz
memeluk agama Katholik, sehingga harus “mengingkari” karakteristik universal
yang diyakininya. Keinginannya untuk menyatukan kembali Protestan dan
Katholik adalah sebuah proyek besar baginya. Rekonsiliasi kedua agama yang
ditempatkan pada konferensi di Hanover tahun 1683 gagal karena keinginan
masing-masing agama untuk menguasai satu atas lainnya.
Catatan kompetensi utama Leibniz sulit dipahami orang. Ilmu ekonomi, philologi (ilmu tentang sejarah bahasa atau studi perpustakaan), hukum internasional (Liebniz adalah perintis bidang ini), menentukan pertambangan sebagai industri penggerak perekonomian Jerman, membangun pusat-pusat pendidikan, semuanya adalah minat-minat Leibniz.
Moralis yang tidak etis?
Setelah menyelesaikan suatu kunjungan tugas ke Paris pada tahun
1676, Leibniz pulang ke Hanover lewat London dan Amsterdam. Sejenak, dalam
persinggahan ke kota terakhir ini, Leibniz yang memilih diplomat filsafat
sebagai karir terpanjangnya, ternyata “terperosok” dalam transaksi illegal.
Leibniz melakukan transaksi yang tidak diketahui dengan jelas apa yang
dipertukarkan dengan Benedict de Spinoza (1632 – 1677), tapi yang jelas tindakan
Leibniz itu termasuk melanggar etika. Yang paling parah adalah bahwa bahan itu
menyangkut etika.
Leibniz tampaknya memendam keyakinan bahwa mendasarkan diri pada etika adalah suatu cita-cita semua pihak. Pada saat itu Leibniz membawa salinan ringkasan karya puncak Spinoza – disebut setelah melalui klarifikasi, yang belum dipublikasikan Ethica – makalah perkembangan etika dalam membahas karya geometri Euclid. Satu tahun kemudian, Spinoza meninggal dan Leibniz menganggap keberadaan makalah itu laksana menerima bingkisan salah kirim dari Amsterdam. Para pemerhati filsafat yang membaca karya itu setuju dengan apa yang dikemukakan oleh Leibniz, tapi tidak mengetahui bahwa sebenarnya karya tersebut adalah “buah pikir” Spinoza. Para pakar bidang etika menyebut bahwa jangan terburu-buru menuduh Leibniz bersalah atau barangkali Liebniz mengemukakan pemikiran-pemikirannya tentang etika terpisah dengan Spinoza. Setidak-tidaknya ada dua contoh dalam matematika (fungsi elips dan geometri non-Euclidian) yang dapat dijadikan dasar pembuktian bahwa itu merupakan karya Leibniz. Catatan harian dan surat-menyurat Spinoza yang dicari setelah meninggalnya tidak cukup memberi bukti bahwa Leibniz bersalah.
Pengabdian akhir Leibniz
Pikiran Leibniz makin terbuka (berkembang) setelah lebih dari 25 tahun
berkecimpung dalam lautan filsafat. Tidaklah mengherankan bagi para pembaca dan
pemerhati kiprahnya, apabila mendengar bahwa Leibniz mencetuskan teori monads (substansi
dasar individu merefleksikan tatanan jagat raya – replika miniatur dari jagat
raya) menyatakan tentang segalanya dalam alam semesta ini ada dalam suatu
tatanan.
Masih ditambah, melancong ke bidang metafisika dengan mencetuskan theorema optimisme-segala sesuatu (everything) diperuntukkan bagi yang terbaik dengan semua yang terbaik dari semua dunia yang dimungkinkan. Akan tetapi semua itu dilupakan orang karena barangkali dianggap mendahului jamannya. Pada tahun 1759, penjabaran secara rinci didemontrasikan oleh Voltaire (1694 – 1778) dengan karya besarnya Candide. Barangkali Theory of Everything dari Stephen Hawking juga mengambil nama yang pernah dicetuskan Leibniz. Siapa tahu?
Sumber
Labels:
Ilmuwan
Thanks for reading Biografi Gottfried Wilhelm Leibniz. Please share...!