Van Hiele adalah
seorang pengajar matematika Belanda yang telah mengadakan penelitian di
lapangan, melalui observasi dan tanya jawab, kemudian hasil penelitiannya
ditulis dalam disertasinya pada tahun 1954. Penelitian yang dilakukan Van Hiele
melahirkan beberapa kesimpulan mengenai tahap-tahap perkembangan kognitif anak
dalam memahami geometri. Van Hiele (dalam Ismail, 1998) menyatakan bahwa
terdapat 5 tahap pemahaman geometri yaitu: Tahap pengenalan, analisis,
pengurutan, deduksi, dan keakuratan.
A.
Lima Tahap Pemahaman
Geometri
1.
Tahap Pengenalan
Pada tahap ini siswa
hanya baru mengenal bangun-bangun geometri seperti bola, kubus, segitiga,
persegi dan bangun-bangun geometri lainnya. Seandainya kita hadapkan dengan
sejumlah bangun-bangun geornetri, anak dapat memilih dan menunjukkan bentuk
segitiga. Pada tahap pengenalan anak belum dapat menyebutkan sifat-sifat dari
bangun-bangun geometri yang dikenalnya sifat-sifat dari bangun-bangun geometri
yang dikenalnya itu. Sehingga bila kita ajukan pertanyaan seperti “apakah pada
sebuah persegipanjang, sisi-sisi yang berhadapan panjangnya sama?”, “apakah
pada suatu persegipanjang kedua diagonalnya sama panjang?”. Untuk hal ini,
siswa tidak akan bisa menjawabnya. Guru harus memahami betul karakter anak pada
tahap pengenalan, jangan sampai, anak diajarkan sifat-sifat bangun-bangun
geometri tersebut, karena anak akan menerimanya melalui hafalan bukan dengan
pengertian.
2.
Tahap Analisis
Bila pada tahap
pengenalan anak belum mengenal sifat-sifat dari bangun-bangun geometri, tidak
demikian pada tahap Analisis. Pada tahap ini anak sudah dapat memahami
sifat-sifat dari bangun-bangun geometri. Pada tahap ini anak sudah mengenal
sifat-sifat bangun geometri, seperti pada sebuah kubus banyak sisinya ada 6
buah, sedangkan banyak rusuknya ada 12. Seandainya kita tanyakan apakah kubus
itu balok?, maka anak pada tahap ini belum bisa menjawab pertanyaan tersebut
karena anak pada tahap ini belum memahami hubungan antara balok dan kubus. Anak
pada tahap analisis belum mampu mengetahui hubungan yang terkait antara suatu
bangun geometri dengan bangun geometri lainnya.
3.
Tahap Pengurutan
Pada tahap ini
pemahaman siswa terhadap geometri lebih meningkat lagi dari sebelumnya yang
hanya mengenal bangun-bangun geometri beserta sifat-sifatnya, maka pada tahap
ini anak sudah mampu mengetahui hubungan yang terkait antara suatu bangun
geometri dengan bangun geometri lainnya. Anak yang berada pada tahap ini sudah
memahami pengurutan bangun-bangun geometri. Misalnya, siswa sudah mengetahui
jajargenjang itu trapesium, belah ketupat adalah layang-layang, kubus itu
adalah balok. Pada tahap ini anak sudah mulai mampu untuk melakukan penarikan
kesimpulan secara deduktif, tetapi masih pada tahap awal artinya belum
berkembang baik. Karena masih pada tahap awal siswa masih belum mampu
memberikan alasan yang rinci ketika ditanya mengapa kedua diagonal persegi
panjang itu sama, mengapa kedua diagonal pada persegi saling tegak lurus.
4.
Tahap Deduksi
Pada tahap ini anak
sudah dapat memahami deduksi, yaitu mengambil kesimpulan secara deduktif.
Pengambilan kesimpulan secara deduktif yaitu penarikan kesimpulan dari hal-hal
yang bersifat khusus. Seperti kita ketahui bahwa matematika adalah ilmu
deduktif. Matematika, dikatakan sebagai ilmu deduktif karena pengambilan
kesimpulan, membuktikan teorema dan lain-lain dilakukan dengan cara deduktif.
Sebagai contoh untuk menunjukkan bahwa jumlah sudut-sudut dalam jajargenjang
adalah 360o secara deduktif dibuktikan dengan menggunakan prinsip kesejajaran.
Pembuktian secara induktif yaitu dengan memotong-motong sudut-sudut benda
jajargenjang, kemudian setelah itu ditunjukkan semua sudutnya membentuk sudut
satu putaran penuh atau 360° belum tuntas dan belum tentu tepat. Seperti
diketahui bahwa pengukuran itu pada dasarnya mencari nilai yang paling dekat
dengan ukuran yang sebenarnya. Jadi, mungkin saja dapat keliru dalam mengukur
sudut-sudut jajargenjang tersebut. Untuk itu pembuktian secara deduktif merupakan
cara yang tepat dalam pembuktian pada matematika. Anak pada tahap ini telah
mengerti pentingnya peranan unsur-unsur yang tidak didefinisikan, di samping
unsur-unsur yang didefinisikan, aksioma atau problem, dan teorema. Anak pada
tahap ini belum memahami kegunaan dari suatu sistem deduktif. Oleh karena itu,
anak pada tahap ini belum dapat menjawab pertanyaan “mengapa sesuatu itu
disajikan teorema atau dalil.”
5.
Tahap Keakuratan
Tahap terakhir dari
perkembangan kognitif anak dalam memahami geometri adalah tahap keakuratan.
Pada tahap ini anak sudah memahami betapa pentingnya ketepatan dari
prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian. Anak pada tahap ini
sudah memahami mengapa sesuatu itu dijadikan postulat atau dalil. Dalam
matematika kita tahu bahwa betapa pentingnya suatu sistem deduktif. Tahap
keakuratan merupakan tahap tertinggi dalam memahami geometri. Pada tahap ini
memerlukan tahap berpikir yang kompleks dan rumit. Oleh karena itu, jarang atau
hanya sedikit sekali anak yang sampai pada tahap berpikir ini sekalipun anak
tersebut sudah berada di tingkat SMA.
Selain mengemukakan
mengenai tahap-tahap perkembangan kognitif dalam memahami geometri, Van Hiele
juga mengemukakan beberapa teori berkaitan dengan pembelajaran geometri. Teori
yang dikemukakan Van Hiele antara lain adalah sebagai berikut:
Tiga unsur yang utama
pembelajaran geometri yaitu waktu, materi pembelajaran dan metode penyusun yang
apabila dikelola secara terpadu dapat mengakibatkan meningkatnya kemampuan
berpikir anak kepada tahap yang lebih tinggi dari tahap yang sebelumnya.
Bila dua orang yang
mempunyai tahap berpikir berlainan satu sama lain, kemudian saling bertukar
pikiran maka kedua orang tersebut tidak akan mengerti. Sebagai contoh, seorang
anak tidak mengerti mengapa gurunya membuktikan bahwa jumlah sudut-sudut dalam
sebuah jajargenjang adalah 360°, misalnya anak itu berada pada tahap pengurutan
ke bawah. Menurut anak pada tahap yang disebutkan, pembuktiannya tidak perlu
sebab sudah jelas bahwa jumlah sudut-sudutnya adalah 360°. Contoh yang lain,
seorang anak yang berada paling tinggi pada tahap kedua atau tahap analisis,
tidak mengerti apa yang dijelaskan gurunya bahwa kubus itu adalah balok, belah
ketupat itu layang-layang. Gurunya pun sering tidak mengerti mengapa anak yang
diberi penjelasan tersebut tidak memahaminya. Menurut Van Hiele seorang anak
yang berada pada tingkat yang lebih rendah tidak mungkin dapat mengerti atau
memahami materi yang berada pada tingkat yang lebih tinggi dari anak tersebut.
Kalaupun anak itu dipaksakan untuk memahaminya, anak itu baru bisa memahami
melalui hafalan saja bukan melalui pengertian.
Untuk mendapatkan hasil
yang diinginkan yaitu anak memahami geometri dengan pengertian, kegiatan
belajar anak harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak atau
disesuaikan dengan taraf berpikirnya. Dengan demikian anak dapat memperkaya
pengalaman dan berpikirnya, selain itu sebagai persiapan untuk meningkatkan
tahap berpikirnya kepada tahap yang lebih tinggi dari tahap sebelumnya.
FASE-FASE PEMBELAJARAN
GEOMETRI
Menurut teori Pierre
dan Dina Van Hiele (dalam Muharti, 1993) tingkat-tingkat pemikiran geometrik
dan fase pembelajaran siswa berkembang atau maju menurut tingkat-tingkat
sebagai berikut: dari tingkat visual Gestalt-like melalui tingkat-tingkat
sophisticated dari deskripsi, analisis, abstraksi dan bukti. Teori ini
mempunyai karakteristik sebagai berikut:
a.
Belajar adalah suatu
proses yang diskontinu, yaitu ada loncatan-loncatan dalam kurva belajar yang
menyatakan adanya tingkat-tingkat pemikiran yang diskrit dan berbeda secara
kualitatif.
b.
Tingkat-tingkat itu
berurutan dan berhirarki. Supaya siswa dapat berperan dengan baik pada
suatu tingkat yang lanjut dalam hirarki van Hiele, ia harus menguasai sebagian
besar dari tingkat yang lebih rendah. Kenaikan dari tingkat yang satu ke
tingkat yang berikutnya lebih banyak tergantung dari pembelajaran daripada umur
atau kedewasaan biologis. Seorang guru dapat mengurangi materi pelajaran ke
tingkat yang lebih rendah, dapat membimbing untuk mengingat-ingat hafalan,
tetapi seorang siswa tidak dapat mengambil jalan pintas ke tingkat tinggi dan
berhasil mencapai mencapai pengertian, sebab menghafal bukan ciri yang penting
dari tingkat manapun. Untuk mencapai pengertian dibutuhkan kegiatan tertentu
dari fase-fase pembelajaran.
c.
Konsep-konsep yang
secara implisit dipahami pada suatu tingkat menjadi dipahami secara eksplisit
pada tingkat berikutnya. Pada setiap tingkat muncul secara ekstrinsik dari
sesuatu yang intrinsik pada tingkat sebelumnya. Pada tingkat dasar,
gambar-gambar sebenarnya juga tertentu oleh sifat-sifatnya, tetapi
seseorang yang berpikiran pada tingkat ini tidak sadar atau tidak tahu
akan sifat-sifat itu.
d.
Setiap tingkat
mempunyai bahasanya sendiri, mempunyai simbol linguistiknya sendiri dan sistem
relasinya sendiri yang menghubungkan simbol-simbol itu. Suatu relasi yang benar
pada suatu tingkat, ternyata akan tidak benar pada tingkat yang lain. Misalnya
pemikiran tentang persegi dan persegi panjang. Dua orang yang berpikir pada
tingkat yang berlainan tidak dapat saling mengerti, dan yang satu tidak dapat
mengikuti yang lain. (Van Hiele, 1959/1985/p:246). Struktur bahasa adalah suatu
faktor yang kritis dalam perpindahan tingkat-tingkat ini. (Clements, 1992).
Model Van Hiele tidak
hanya memuat tingkat-tingkat pemikiran geometrik. Menurut Van Hiele (dalam
Ismail, 1998), kenaikan dari tingkat yang satu ke tingkat berikutnya
tergantung sedikit pada kedewasaan biologis atau perkembangannya,
dan tergantung lebih banyak kepada akibat pembelajarannya. Guru memegang peran
penting dan istimewa untuk memperlancar kemajuan, terutama untuk memberi
bimbingan mengenai pengharapan.
Walaupun demikian,
teori Van Hiele tidak mendukung model teori absorbsi tentang belajar mengajar.
Van Hiele menuntut bahwa tingkat yang lebih tinggi tidak langsung menurut
pendapat guru, tetapi melalui pilihan-pilihan yang tepat. Lagi pula, anak-anak
sendiri akan menentukan kapan saatnya untuk naik ke tingkat yang lebih tinggi.
Meskipun demikian, siswa tidak akan mencapai kemajuan tanpa bantuan guru. Oleh
karena itu, maka ditetapkan fase-fase pembelajaran yang menunjukkan tujuan
belajar siswa dan peran guru dalam pembelajaran dalam mencapai tujuan itu.
Fase-fase pembelajaran
tersebut adalah:
1) fase informasi
2) fase orientasi
3) fase eksplisitasi
4) fase orientasi bebas
5) fase integrasi.
Setelah selesai fase
kelima ini, maka tingkat pemikiran yang baru tentang topik itu dapat tercapai.
Pada umumnya, hasil penelitian di Amerika Serikat dan negara lainnya menetapkan
bahwa tingkat-tingkat dari Van Hiele berguna untuk menggambarkan perkembangan
konsep geometrik siswa dari SD sampai Perguruan Tinggi.
Fase 1. Informasi
Pada awal tingkat ini,
guru dan siswa menggunakan tanya-jawab dan kegiatan tentang objek-objek yang
dipelajari pada tahap berpikir siswa. Dalam hal ini objek yang dipelajari
adalah sifat komponen dan hubungan antar komponen bangun-bangun segi empat.
Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa sambil melakukan observasi. Tujuan dari
kegiatan ini adalah: (1) guru mempelajari pengalaman awal yang dimiliki siswa
tentang topik yang dibahas. (2) guru mempelajari petunjuk yang muncul dalam
rangka menentukan pembelajaran selanjutnya yang akan diambil.
Fase 2: Orientasi
Siswa menggali topik
yang dipelajari melalui alat-alat yang dengan cermat telah disiapkan guru.
Aktivitas ini akan berangsur-angsur menampakkan kepada siswa struktur yang
memberi ciri-ciri sifat komponen dan hubungan antar komponen suatu bangun segi
empat. Alat atau pun bahan dirancang menjadi tugas pendek sehingga dapat
mendatangkan respon khusus.
Fase 3: Penjelasan
Berdasarkan pengalaman
sebelumnya, siswa menyatakan pandangan yang muncul mengenai struktur yang
diobservasi. Di samping itu, untuk membantu siswa menggunakan bahasa yang tepat
dan akurat, guru memberi bantuan sesedikit mungkin. Hal tersebut berlangsung
sampai sistem hubungan pada tahap berpikir mulai tampak nyata.
Fase 4: Orientasi
Bebas
Siswa menghadapi
tugas-tugas yang lebih kompleks berupa tugas yang memerlukan banyak langkah,
tugas yang dilengkapi dengan banyak cara, dan tugas yang open-ended. Mereka memperoleh pengalaman dalam menemukan
cara mereka sendiri, maupun dalam menyelesaikan tugas-tugas. Melalui orientasi
di antara para siswa dalam bidang investigasi, banyak hubungan antar objek
menjadi jelas.
Fase 5: Integrasi
Siswa meninjau kembali
dan meringkas apa yang telah dipelajari. Guru dapat membantu siswa dalam
membuat sintesis ini dengan melengkapi survey secara global terhadap apa yang
telah dipelajari. Hal ini penting, tetapi kesimpulan ini tidak menunjukkan
sesuatu yang baru. Pada akhir fase kelima ini siswa mencapai tahap berpikir
yang baru. Siswa siap untuk mengulangi fase-fase belajar pada tahap sebelumnya.
Pengembangan
Pembelajaran Matematika SD 4-10
IMPLEMENTASI TEORI
BELAJAR VAN HIELE DALAM PEMBELAJARAN GEOMETRI
Pada sub unit ini Anda
akan mempelajari suatu kegiatan belajar-mengajar yang mengacu pada fase-fase
pembelajaran model Van Hiele. Kegiatan belajar di sini dimaksudkan untuk
meningkatkan tahap berpikir siswa dari 0 (visualisasi) ke tahap 1 (analitik).
Ciri-ciri dari tahap
visualisasi adalah sebagai berikut: Siswa mengidentifikasi, memberi nama,
membandingkan, dan mengoperasikan gambar-gambar geometri seperti: segitiga,
sudut, dan perpotongan garis berdasarkan penampakannya.
Sedangkan ciri-ciri
tahap analitik adalah: Siswa menganalisis bangun berdasarkan sifat-sifat dari
komponen dan hubungan antar komponen, menyusun sifat-sifat pada sebuah kelas
bangun-bangun secara nyata, dan menggunakan sifat-sifat tersebut untuk
memecahkan persoalan.
Teori-teori yang
dikemukakan oleh Van Hiele memang lebih sempit dibandingkan teori-teori yang
dikemukakan Piaget dan Dienes, karena ia hanya mengkhususkan pada pembelajaran
geometri saja. Meskipun demikian sumbangan tidak sedikit dalam pembelajaran
geometri. Berikut hal-hal yang diambil manfaatnya dari teori yang dikemukakan.
Guru dapat mengambil manfaat dari tahap-tahap perkembangan kognitif anak yang
dikemukakan Van Hiele. Guru dapat mengetahui mengapa seorang anak tidak
memahami bahwa kubus itu merupakan balok karena anak tersebut tahap berpikirnya
masih berada pada tahap analisis ke bawah, anak belum masuk pada tahap
pengurutan.
Supaya anak dapat
memahami geometri dengan pengertian, pembelajaran geometri harus disesuaikan
dengan tahap berpikir anak. Jadi, jangan sekali-kali memberi pembelajaran
materi yang sebenarnya berada di atas tahap berpikirnya. Selain itu, hindarilah
siswa untuk menyesuaikan dirinya dengan tahap pembelajaran guru tetapi yang
terjadi harus sebaliknya.
Agar topik-topik pada
materi geometri dapat dipahami dengan baik, anak dapat mempelajari topik-topik
tersebut berdasarkan urutan tingkat kesukarannya dimulai dari tingkat yang
paling mudah sampai dengan tingkat yang paling rumit dan kompleks.
Mari kita perhatikan
model pemahaman segi empat menurut Van Hiele!
Segiempat terdiri dari
persegi panjang, persegi, jajargenjang, belah ketupat, layang-layang, dan
tapesium. Sifat-sifat masing-masing bangun yang dipelajari pada Skema 1
berikut:
a. Persegi
- keempat sisinya sama panjang
- keempat sudutnya sama besar
b. Persegi panjang
- sisi yang berhadapan sama panjang
- keempat sudutnya sama besar
c. Belah ketupat
- keempat sisinya sama panjang
- sudut yang berhadapan sama panjang
d. Jajar genjang
- sisi yang berhadapan sama panjang
- sudut yang berhadapan sama besar
e. Trapesium
- satu pasang sisi yang berhadapan sejajar.
f. Layang-layang
- dua pasang sisi yang tidak berhadapan sama panjang
- satu pasang sudut yang berhadapan sama besar.
Pembelajaran yang
Dilaksanakan pada Setiap Fase Pembelajaran
a. Aktivitas yang
dilaksanakan pada fase 1 (Informasi)
- Dengan memakai gambar bermacam-macam bangun segiempat, siswa diinstruksikan
untuk memberi nama masing-masing bangun.
- Guru mengenalkan kosa kata khusus, seperti: simetri lipat, simetri putar,
sisi berhadapan, sudut berhadapan, dan sisi sejajar.
- Dengan metode tanya jawab, guru menggali kemampuan awal siswa.
b. Aktivitas yang
dilaksanakan pada fase 2 (Orientasiasi)
1. Siswa disuruh
membuat suatu model bangun segiempat dari kertas.
- Dengan menggunakan model bangun tersebut serta kertas berpetak siku-siku,
siswa diinstruksikan untuk menyelidiki:
1) banyaknya sisi berhadapan yang sejajar
2) sudut suatu bangun siku-siku atau tidak
- Dengan menggunakan suatu model bangun, siswa diminta untuk melipat model
bangun tersebut. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menemukan sumbu simetri.
Selanjutnya siswa diinstruksikan untuk menyelidiki banyaknya sumbu simetri yang
dimiliki oleh suatu bangun.
- Melipat model tersebut pada diagonalnya, kemudian menempatkan yang satu di
atas yang lain. Siswa diminta untuk menyelidiki banyaknya pasangan sudut
berhadapan yang besarnya sama.
- Memotong pojok yang berdekatan, kemudian menempatkan salah satu sisi
potongan pertama berimpit dengan salah satu sisi potongan yang kedua. Siswa
diminta untuk menyelidiki apakah sudut yang berdekatan membentuk sudut lurus.
- Memotong semua pojoknya dan menempatkan potongan-potongan tersebut sedemikian sehingga menutup bidang rata. Selenjutnya siswa diminta untuk menyelidiki apakah keempat sudut itu membentuk sudut putaran.
1. Siswa diinstruksikan
untuk mengukur panjang sisi-sisi suatu segiempat, apakah ada sisi yang sama
panjang?
2. Siswa diinstruksikan
untuk mengukur diagonal suatu segi empat, apakah diagonalnya sama panjang?
3. Aktivitas
yang dilaksanakan pada fase 3 (Penjelasan)
Siswa diberi
bemacam-macam potongan segiempat. Mereka diminta untuk mengelompokkan segiempat
berdasarkan sifat-sifat tertentu, seperti:
a) segiempat yang
mempunyai sisi sejajar
b) segiempat yang
mempunyai sudut-sudut siku-siku
c) segiempat yang
mempunyai sisi-sisi sama panjang
4. Aktivitas
yang dilaksanakan pada fase 4 (Orientasi Bebas)
Dengan menggunakan
potongan segitiga, siswa diminta untuk membentuk segiempat, dan menyebutkan
nama segiempat yang telah terbentuk.
5. Aktivitas
yang dilaksanakan pada fase 5 (Integrasi)
Siswa dibimbing untuk
menyimpulkan sifat-sifat segiempat tertentu, seperti:
a) sifat persegi
adalah: ….
b) sifat persegipanjang
adalah ….
c) sifat belahketupat
adalah ….
d) sifat jajargenjang
adalah ….
e) sifat layang-layang
adalah ….
f) sifat trapesium
adalah ….
Rangkuman
Menurut van Hiele,
terdapat lima tahapan pemahaman geometri, yaitu:
a. Tahap Pengenalan
b. Tahap Analisis
c. Tahap Pengurutan
d. Tahap Deduksi
e. Tahap Keakuratan
Menurut van Hiele,
terdapat tiga unsur utama dalam pengajaran geometri, yaitu: waktu, meteri
pengajaran, dan metode pengajaran. Apabila ketiga unsur itu dikelola dengan
baik, maka peningkatan kemampuan berpikir anak lebih tinggi.
Bila dua orang
mempunyai tahap berpikir yang berlainan, kemudian mereka bertukar pikiran, maka
keduanya tidak akan saling mengerti.
Kegiatan belajar siswa
harus disesuaikan dengan tahap berpikir siswa.
Menurut van Hiele,
pengurutan topik-topik geometri harus disesuaikan dengan tingkat kesukarannya.
Ada 5 fase pembelajaran
geometri, yaitu:
1) fase informasi,
2) fase orientasi,
3) fase eksplisitasi,
4) fase orientasi
bebas,
5) fase integrasi.
Pada Fase Integrasi:
Siswa meninjau kembali dan meringkas apa yang telah dipelajari. Guru dapat
membantu siswa dalam membuat sintesis ini dengan melengkapi survey secara
global terhadap apa yang telah dipelajari. Hal ini penting, tetapi kesimpulan
ini tidak menunjukkan sesuatu yang baru. Pada akhir fase kelima ini siswa
mencapai tahap berpikir yang baru. Siswa siap untuk mengulangi fase-fase
belajar pada tahap sebelumnya.
Geometri memberikan
kepada kita jalan untuk mengartikan dan memikirkan alam sekitar kita. Ia dapat
digunakan sebagai alat untuk mempelajari topik-topik yang lain dalam matematika
dan sains.
Pembelajaran geometri
menurut van Hiele harus sesuai dengan tahap pemahaman siswa.
Dalam memperkenalkan
bangun geometri, guru perlu memberikan penekanan pada bagian-bagian yang
menjadi sifat (ciri) utama dari bangun tersebut.
Wawasan keruangan jelas
mendasari geometri. Wawasan keruangan itu esensial (dasar) untuk pemikiran
kreatif dalam semua cabang matematika tingkat tinggi. Hal ini telah disarankan
oleh ilmuwan terkenal, yaitu Einstein. Oleh karena itu, pembelajaran geometri
perlu selalu ditingkatkan dan diperhatikan.
Sumber
Labels:
Serba-serbi
Thanks for reading Teori Van Hiele . Please share...!