Angka yang kita gunakan sekarang ini dan menjadi angka internasional disebut Angka Arab atau Angka Hindu-Arab dan berasal dari India kemudian berkembang di Arab. Catatan Arab yang pertama menjelaskan angka Hindu tersebut adalah Algoritmi de numero Indorum, terjemahan Latin dari karya al-Khowarizmi (k.780-k.850).
Angka 1, 2, 3, 4 diperoleh dari sudut
yang terbentuk oleh garis/kurva yang dibuat. Sedangkan untuk angka 5 sampai 10
menggunakan simbol tangan dengan tangan meggenggam dibawah adalah 5 dan
menggenggam di atas adalah 10, maka 6 adalah 5 dan 1 jari terangkat, 7 adalah 5
dengan 2 jari, 8 adalah 10 dikurangi 2 jari, 9 adalah 10 dikurangi 1.
Gambaran pembentukan angka tersebut dapat dilihat pada
Gambar 1 dan Gambar 2.
Sudut yang
dibentuk adalah 1, 2, 3, 4
sehingga
digambarkan menjadi simbol angka 1, 2, 3 4
Gambar 1
Pembentukan
angka 1, 2, 3 dan 4
Gambar 2
Pembentukan angka 5, 6,7, 8 dan 9
Al Khowarizmi juga memperkenalkan perhitungan dengan
angka nol dari bahasa Arab sifr yang artinya kosong atau tak berpenghuni. Fibonacci
(k.1170-1240) merupakan matematikawan Italia yang membawa angka Hindu Arab dari
Afrika Utara ke Eropa melalui buku Liber Abaci (Book of Counting).
Fibonacci menggunakan kata zephyrum untuk menyebut nol, berasal dari
kata sifr, yang dalam bahasa Italia menjadi efiro, yang dibaca zero
dalam dialek Venetian dan menjadi bahasa internasional untuk menyebut nol. Menurut
catatan sejarah, perkembangan bilangan pecahan tertua mungkin dimulai di Mesir
Kuno. Pada peradaban Mesir Kuno, pecahan dilambangkan dengan pecahan satuan 1/n,
n bilangan asli. Penulisan pecahan menggunakan huruf hieroglif, dengan lingkaran
di atas dan angka di bawahnya.
Gambar 3
Angka Mesir dalam Hieroglif
Untuk mengurai suatu pecahan menjadi pecahan-pecahan
satuan, terdapat tabel pecahan seperti misalnya pada pemulaan papyrus Rhind
terdapat tabel yang mengurai pecahan dengan pembilang 2 dan penyebut bilangan
ganjil antara 5 sampai 101.
Dalam perkembangan bilangan di India dengan angka Hindu,
Brahmagupta dalam Brahmasphutasiddhanta menjelaskan tentang penulisan
dan perhitungan bilangan pecahan tetapi masih belum menggunakan garis pemisah,
misalnya.
Matematikawan Arab, al-Hassar (abad ke-12) menyebutkan penggunaan garis pemisah pada pecahan dengan petunjuk: “tuliskan penyebut di bawah garis (horizontal) dan yang berada di dalamnya menjadi bagian dari pecahan tersebut; misalkan kita diminta menuliskan tiga per lima dan sepertiga dari seperlima ditulis”. Contoh lain, empat per tigabelas dan tiga per tujuh dari sepertigabelas ditulis. Ini adalah kemunculan pertama dari garis pecahan yang kemudian kita ketahui juga dari buku Leonardo of Pisa (Fibonacci), Liber abbaci.
Seperti kita ketahui, Fibonacci banyak dipengaruhi oleh
karya-karya dari Arab. Pemakaian pecahan desimal berikut cara perhitungannya
yang signifikan terdapat pada karya al-Kashi (k.1380-1429), Miftah al-Hisab.
Ini dilanjutkan oleh Simon Stevin (1548-1620) dengan menulis La Disme tahun
1585. Sejarah bilangan negatif diperkirakan berasal dari bangsa Mesir. Diduga
Bangsa Mesir Kuno telah mengenal bilangan negatif. Bilangan positif dengan
lambang kaki melangkah ke kanan, sedang bilangan negatif ditandai dengan kaki
melangkah ke kiri. Matematikawan Cina kuno belum menerima bilangan negative
sebagai penyelesaian suatu persamaan bahkan matematikawan Yunani Kuno hampir
dalam setiap bukunya tidak memberikan penyelesaian bilangan negatif. Penerimaan
bilangan negatif lebih maju di India. Brahmagupta telah mempergunakan bilangan
negatif hampir serupa dengan konsep modern.
Dalam ilmu pengetahuan modern sekarang ini, kita mengenal
beberapa macam bilangan, yang kesemuanya itu digambarkan dalam diagram berikut
ini :
Thanks for reading Konsep Bilangan. Please share...!